FANATISME = MASA PUBER

Kamis, 10 Mei 2012

 Diambil dari cerita Dhani Ahmad Prasetyo:

Ketika saya masih duduk di bangku SD MUHAMMADIYAH VI Surabaya-saat itu awal tahun 80an- sedang ada Pemilu di Indonesia. PPP saat itu terkenal sebagai Partai Islam dan kebetulan ayah saya adalah aktivis dari partai berlambang KA'BAH tersebut. Sehingga mau tak mau saya pun ikut-ikutan dalam pesta demokrasi tersebut. Tentunya karena saya beragama Islam, saya merasa PPP adalah partai yang harus saya pilih dan kalau ada teman saya yang tidak mendukung, otomatis saya memusuhinya. Sedemikian besar rasa fanatisme saya.

Di sekitar tahun itu juga, dua orang sepupu saya pindah agama dari Islam ke agama Oma-Opa saya yaitu Katholik. Perpindahan agama sepupu saya tersebut membuat saya kecewa berat dan sampai terjadi debat panjang lebar antara saya dan kedua sepupu saya tersebut tentang posisi Jesus sebagai Tuhan dan Anak Tuhan. Saya nggak bisa membayangkan saat ini: Apa yang dibicarakan anak SD (Saya dan Sepupu Saya) saat itu? Peristiwa awal 80-an tersebut diakhiri dengan berderainya air mata saya yang mengangisi nasib sepupu saya yang pasti masuk Neraka karena  Murtadnya. (Kira-kira begitu pemahaman saya saat itu).

Begitulah sebagian cerita cerita di masa puber saya, sehingga fanatisme itu semakin lama semakin pudar seiring dengan semakin dewasanya pemikiran saya yakni semenjak saya semakin banyak mempelari ilmu agama dan peradabannya hingga tasawuf yang melepaskan saya menuju kedewasaan dalam beragama.

Fanatisme adalah masa-masa yang harus dilewati oleh setiap muslim yang haus akan ilmu Tuhan. Sebab, pola pikir fanatisme adalah pola pikir kanak-kanak yang harus dilampaui untuk menuju pola pikir dewasa, termasuk dalam beragama.

Jalaluddin Rumi pun pernah mengalami masa-masa puber di usia muda nya, sehingga membuat dia sering terlibat debat-debat terbuka dengan beberapa Pendeta Katholik. Tetapi Jalaluddin Rumi muda cepat menuju kedewasaannya sehingga boleh sejarah katakan bahwa Jalaluddin Rumi tidak hanya dikenal sebagai pemimpin orang Islam, tetapi juga pemimpin semua umat agama. Bahkan saat Jalaluddin Rumi meninggal dunia, seluruh pemimpin umat beragama bergantian untuk memberikan penghormatan terakhir di depan pusara Jalaluddin Rumi. Subhanallah!

0 komentar:

Posting Komentar